Pergumulan tentang Tuhan dan Hari Kiamat

Hari ini bertepatan dengan perayaan Hari raya Waisak 2564 BE. Biasanya, saya akan sibuk dengan rutinitas menerima tamu di penginapan yang berjubel ingin mengikuti prosesi perayaan Waisak di Candi Borobudur. Masa lockdown ini memberi saya waktu untuk menulis tentang bagaimana ajaran Buddha berperan besar dalam revolusi batin saya.


Saya terlahir dalam keluarga Islam abangan yang lebih mengutamakan budi pekerti dan laku batin yang riil. Sampai seumur ini, saya belum pernah khatam Al-Quran. Mungkin kalau sekedar melafalkan 30 juz saja mudah. Tetapi pembacaan terhadap Quran bagi saya adalah menggali makna di balik kata, membandingkan dan menyilangkan pendapat antar ahli kitab, bahkan meragukan bagaimana sebuah ayat diterjemahkan.

Bagi saya pribadi sangat tidak masuk akal jika isi Quran banyak bertentangan dengan ajaran agama lain dan aneka ragam kebudayaan dunia. Karena Islam itu rahmatan lil alamin. Tak perlu Rasulullah hidup ribuan tahun hanya untuk mengklarifikasi melakukan upacara peringatan 1000 hari kematian itu dosa atau diperbolehkan, sedekah bumi itu halal atau haram, dan seterusnya.

Islam yang saya pahami adalah Islam yang universal yang artinya percaya, berserah diri, tunduk dan patuh. Dan saya melihat semua orang di dunia ini pada dasarnya tunduk dan patuh pada entitas Tuhan. Buddhisme justru yang membantu saya memahami Islam. Saya mengenal meditasi sejak 2004. Lalu pada tahun 2009, saya baru dipertemukan dengan meditasi vipassana di Vihara Mendut. Awalnya meditasi membawa saya pada konsentrasi yang tinggi, sholat menjadi sangat khusyuk dan lama. Sampai akhirnya, saya mengalami bahwa untuk menemukan Tuhan, doa, kata-kata, harapan, keinginan harus lenyap. Maka, pada sebuah momen sholat, doa yang biasa saya lafalkan kehilangan maknanya, ketika di rakaat kedua saya menghentikan doa dan duduk diam bertafakur, saya mengalami sebuah pengalaman spiritual yang merevolusi pandangan saya. Inilah Kebenaran.

Saya suka bagaimana Buddhisme melihat konsep Tuhan. Buddhisme tidak mengenal Tuhan. Buddha bukanlah Tuhan. Tidak ada sosok yang perlu disembah, dimintai tolong, minta doa untuk dikabulkan. Dulu sewaktu kecil, saya berpikir Tuhan itu besar sekali dan betapa saktinya bisa mendengar dan mengenal umat yang ratusan juta orang ini.

Buddha mengajarkan konsep  Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang
 yang artinya "Sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Mahaesa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.

Imajinasi soal Tuhan itu tidak riil, tidak faktuil, tidak bisa dibuktikan secara logika. Yang bisa manusia ketahui adalah kita ini dilahirkan, diciptakan, dan bisa mati. Dan Buddha mengetahui apabila ada yang bisa dilahirkan, diciptakan dan fana, berarti adapula sesuatu yang merupakan lawannya, yaitu sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan berlaku mutlak, abadi. Apakah seseorang itu percaya pada tuhan atau tidak, bukanlah inti masalah. Tugas utama manusia ialah belajar supaya tidak terpengaruh hukum sebab akibat hidup dan mati, menyadari bahwa hidup ini fana hanya sementara, hidup ini penuh penderitaan dan bagaimana mengakhiri penderitaan ini. Itulah mengapa, banyak saintis dan atheis yang menjalankan prinsip hidup Buddha. Konon, Albert Einstein pun penganut paham Buddhis.

Dalam Islam pun kita mengenal puasa dan zakat/sedekah. Puasa adalah usaha mengendalikan hawa nafsu keinginan, dimulai dari yang pali sederhana, yaitu menahan lapar dan haus, lalu diharapkan akan naik tingkat mengendalikan nafsu birahi, keinginan untuk kaya, terkenal, dikagumi, dihormati, mengendalikan emosi amarah, dan seterusnya. Ibadah puasa diakhiri dengan membayar zakat. Yang artinya apabila dalam puasa kita dapat mengendalikan diri dan ego, akhirnya keakuan, keterikatan dengan duniawi menipis, sehingga apa yang kita miliki dengan ikhlas bisa kita sedekahkan pada orang lain. Sedekah beras atau uang adalah hal yang paling dasar, pada tahap sebagai seorang nabi, Nabi Ibrahim sampai ikhlas "menyembelih" anak kandungnya sendiri. Artinya, rasa memiliki kita pada hal-hal fana yang bersifat sementara sekalipun itu keluarga sendiri juga menipis. Akhirnya, ketika manusia meninggal, ia meninggal dalam tenang, terlepas dari ikatan dengan dunia, menjadi roh suci yang menyatu kembali dengan Tuhan.

Dalam Buddhisme (dan juga Hindu) terdapat satuan waktu mengukur usia bumi, yaitu Kappa atau Kalpa. Setiap 1 kalpa berakhir, ditandai dengan kiamat. Dalam Hindu, 1 kalpa memiliki umur 4.320.000.000 tahun, dalam Buddhis 1 kalpa lebih lama lagi bisa mencapai triliunan tahun. Dan manusia sendiri tidak bisa pasti sedang berada di tahun yang keberapa. Dalam milyaran tahun ini, terdapat bermacam makhluk hidup yang eksis. Di antaranya Boddhisattva yang adalah orang yang sudah mengalami pencerahan namun belum sempurna, ia belum memasuki nirwana
 dan memilih turun ke bumi mengorbankan dirinya untuk membantu makhluk lain mencapai pencerahan. Karena itulah Bodhisatwa dikenal memiliki sifat welas asih dan sifat tidak mementingkan diri sendiri dan rela berkorban. 

Dalam pembacaan saya sendiri, Bodhisatvva ini bisa menjelma dalam bentuk dewa dan dewi yang sakti. Sehingga saya percaya adanya dewa dewi, seperti Brahma, Wisnu, Syiwa, Kwan Im, Ratu Kidul, dan seterusnya. Yang mana bila manusia meminta pertolongan dan menyembahnya, ketika meninggal nanti mereka tidak masuk ke nirwana tetapi menyatu dengan apa yang disembahnya. Walaupun hal ini tidak menutup kemungkinan bagi roh manusia tersebut untuk naik lagi masuk nirwana. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam, untuk tidak menyembah selain kepada-Nya. Kalau kita pernah menonton film Coco, maka ada dunia setelah kematian sesuai dengan apa yang diyakini orang tersebut. Misalnya, orang tionghoa yang harus membakar rumah, uang, mobil, dan kebendaan lain untuk bekal hidup di dunia baru. Yang mungkin karena kita tidak percaya, tidak akan masuk ke dalam dunia mereka. Meskipun saya masih bertanya-tanya, apakah para teroris pelaku bom bunuh diri akan hidup enak dengan puluhan bidadari dan berendam di lautan anggur sesuai dengan keyakinannya?  

Dalam Buddhis (juga Hindu) dikisahkan pula soal kiamat. Namun, karena terdapat penjelasan usia bumi yang milyaran bahkan triliunan tahun, maka menjadi logis ketika pada suatu masa, pergerakan alam semesta menyebabkan bumi bertemu dengan dua matahari. Lalu setelah sekian lama bertambah menjadi tiga matahari, dan seterusnya sampai bertemu dengan tujuh matahari yang menyebabkan berakhirnya kehidupan. Sebelum membaca ini, saya selalu bertanya apa itu kiamat? Masa sih dalam satu waktu muncul 7 matahari lalu gunung beterbangan dan seterusnya. Namun, setelah membaca cerita kiamat versi Budhha, semuanya serba masuk akal. Peradaban manusia akan berlangsung lama seiring dengan bertambahnya jumlah matahari. Adaptasi pun terjadi sehingga bisa bertahan hidup. Sampai akhirnya nanti pada suatu masa gravitasi bumi berubah, gunung-gunung tidak lagi pada tempatnya, usia manusia semakin pendek, alam bertambah tidak kondusif.

Berakhirnya kehidupan peradaban manusia pun bukan akhir dari kehidupan alam semesta. Karena ada atau tidak ada manusia, alam semesta tetap berjalan sebagaimana mestinya. Dan kehidupan itu sendiri tidak melulu berpusat pada manusia. Tetapi ada kehidupan yang sedang berjalan di alam lain, dimensi lain pada saat ini.

Buddhis pun mengenal kehidupan kembali. Di mana manusia itu sudah melewati ribuan kelahiran dan kematian. Bergantung pada amal ibadahnya. Beberapa praktek sudah membuktikan tentang perjalanan astral manusia melihat kehidupannya di masa lalu. Di mana sebetulnya, (lagi-lagi ini kesimpulan saya pribadi), perjalanan astral merupakan perjalanan menggali memori dalam pikiran. Yang kita tahu bahwa otak ini memiliki jutaan sinap yang memungkinkan milyaran memori tersimpan di dalamnya. Yang pada orang tertentu mampu memanggil ingatan masa lalu yang masih kuat tertanam di otaknya. Jadi, yang namanya de Javu bukanlah hal yang mustahil.   

Sungguh lega rasanya beberapa keraguan telah terjawab. Makin kita tahu, makin kita menyadari bahwa banyak hal yang kita tidak tahu. Terus belajar dan berproses. 


Kalahkan amarah dengan ketenangan sebab ajaran Buddha penuh cinta dan kasih sayang. Andalkan ajarannya, bukan orangnya. Andalkan kehidupan nyata dan bukan mimpi. Andalkan kebijaksanaan, dan bukan batin. Waisak menjadi hari kemenangan. Selamat merayakan. Semoga semua makhluk terlimpahi berkah-berkah kebaikan. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta. Semoga semua mahluk berbahagia. Sadhu..sadhu..sadhu..

Komentar

Postingan Populer